Sabtu, 29 Maret 2008

Kreatifitas Remaja

Aku akasn sedikit bercerita tentang pengalamanku bersama teman-teman ketika aku menjabat sebagai sekretaris OSPM (Organisasi Santri Pondok Modern). Lomba pidato tiga bahasa adalah salah satu kegiatan tahunan di pesantren kami, waktu itu aku menjadi seksi perlengkapan di kepanitiaan, dua hari menjelang hari H, teman-teman dari seksi humas dan bendahara belum mendapatkan dana yang cukup untuk menyewa panggung, kami bingung karena acara dua hari lagi akan digelar dan itu merupakan acara besar, kami semua bingung,,,, mau minta pinjaman ke bendahara OSPM, ga dikasih pinjam,,, waktu itu kami hanya mengandalkan uang dari proposal dan ga ada satu proposalpun yang mendapatkan hasil. Ketika kami sedang pada pusing memikirkan panggung dan tetek bengeknya tiba-tiba ada salah satu teman kami ada yang mengusulkan untuk memakai tong sampah sebagai ganti panggung, aku heran masa tong sampah bisa dijadikan panggung,,,,,? tapi ternyata bukan hanya aku saja yang bingung, temanku yang lain pun heran, tapi kemudian dia menjelaskan,,, "gini lho temen-temen,,, dipondok ini kan banyak tong sampah yang ukurannya besar-besar kenapa ga kita manfaatkan? kita hanya perlu menyusun tong sampah tersebut menjadi segi empat, setelah itu kita tutup dengan terpal terus kita hias seperti menghias panggung pada umumnya, beres kan??"katanya. Wah bener juga apa yang dia bilang. Akhirnya kami menemukan jalan keluarnya dan ternyata hasilnya sangat memuaskan,,, bahkan guru kamipun banyak yang memujinya.

Minggu, 16 Maret 2008

Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius.n dr/mqp
( )


Psikologi Pendidikan

Namaku Fajar Fitri Rahayu, aku akan sedikit bercerita tentang masa remajaku.
Dari SMP-SMA aku tinggal di pondok pesantren modern Assa'adah yang teman-temanku sering bilang "penjara suci" letaknya disebuah kota kecil yang jauh dari keramaian kota. Konflik yang sering aku hadapi ya,,, dengan teman, pengurus dan pengasuhan karena memang aku hanya dua kali dalam seminggu bertemu dengan keluargaku.
Aku sering merasa bosan karena hidup disebuah pesantren, terkekang dengan segala macam peraturan yang membutku merasa hidup dalam penjara. Makan berdiri g boleh, padahal menurutku itu adalah hal sepele, maen keluar lingkungan pesantren g boleh apalagi pacaran. Hidupku hanya sebatas sekolah, ke masjid, kamar, dan kantin. Kadang aku merasa iri dengan teman-temanku yang sekolah diluar sana, bebas melakukan apa saja yang mereka suka. Mau nonton tinggak ke bioskop lha aku TV saja hanya satu itupun hanya boleh lihat berita,bosan di rumah tinggal keluar jalan ke Mall hu,,,,, sepertinya mereka bagai burung yang bebas terbang kemanapun mereka suka.
Banyak sekali masalah yang aku hadapi di pondok apalagi pada waktu kelas 3SMA, karena aku merasa sudah besar, sudah ga pantes untuk diatur maka aku dan teman-temanku lalai menjalankan peraturan. Ke Masjid sering terlambat, bikin ribut di asrama dan lain sebagainya sehingga pengasuhan gerah melihat tingkah-polah kami. Sebenarnya yang aku dan teman-temanku lakukan bukan atas dasar keinginan kami semata, aku senang tinggal di pesantren dan aku juga bangga karena dari kecil aku sudah dididik mandiri oleh orang tuaku tapi aku dan teman-teman merasa tertekan dengan segala peraturan yang ada apalagi saat itu kami sedang menghadapi berbagai macam ujian. Kadang aku merasa lelah dengan segala konflik yang aku hadapi, tapi sekarang aku sadar semua itu adalah proses pendewasan, sekarang aku lebih hati-hati dalam bertindak dan berkata agar tidak menyinggung perasaan orang lain yang mungkin dulu pernah aku lakukan pada teman atau guruku apalagi ketika aku sadar orang tuaku mengirimku ke pesantren ini bukan untuk mencari masalah melainkan untuk menuntut ilmu agar aku kelak bisa mengangkat harkat dan martabat kelurga.
Sekarang, aku sering merasa rindu dengan suasana pondok, karena bagaimanapun pondok yang telah membesarkanku dan membuatku lebih dewasa dalam menghadapi segala macam konflik.
Terima kasih ya Rob,,,
KarenaMu aku ada di muka bumi ini untuk bisa melihat indahnya dunia
Terima kasih mamah dan papah,,,,
Karena tanpa kalian apalah artinya hidup ini
Terima kasih Pondokku,,,,
Karenamu aku lebih mengerti apa artinya hidup ini
Terima kasih teman,,,,,
Karena tanpamu aku tak bisa menghadapi masalah sendiri