Senin, 04 Agustus 2008

LIBURAN

Libur dah sebulan, asyik seh dirumah, bisa kumpul ma keluarga, bisa bantu my mom n dad, pokoknya ceneng banget,,,,,, kan aq dari kecil g pernah dirumah v ko lama-lama libur juga BT banget,,,,, palagi kemaren aq sempet sakit mw ngapa2in susah,,,, sedih banget,,,,,
Sekarang aq dah balik ke kampuz v sayang g boleh lama2 coz my parent masih khawatir al'nya aq belum sembuh total. pengennya seh disini maen kemana,,,,,, gitu v sayang gi boke he,,,,,,,,

Rabu, 18 Juni 2008

ESSENTIALISME
Tujuan: Meningkatkan perkembangan intelektual individu, mendidik peserta didik agar kompeten.
Pengetahuan: keterampilan dan pengetahuan akademik esensial, ketuntasan belajar bereaksi terhadapp progresivisme.
Nilai: membangun peserta didik berfikir rasional. Tidak terlalu berakar pada masa lalu, yang memperhatikan hal-hal yang kontemporer, memusatkan keunggulan, bukan kecukupan pemilikan nilai-nilai tradisional.
Materi kurikulum: fundamentalis, essentialis,"back to basic", materi bukan proses.
Metode: mengajar pengetahuan khusus, pembenahan konsep, dan sangat mementingkan mata pelajaran dari pada proses.

Minggu, 25 Mei 2008

Learning Memories

FILSAFAT PERENIALISME

Dalam pendidikan kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekecauan serta membahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam prilaku pendidik. Pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Kaum perenialis memiliki beberapa pandangan mengenai pendidikan, diantaranya:
a. Pandangan mengenai kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah jaminan bahwa reality itu bersifat universal dan realita itu ada dimana saja dan sama setiap waktu.
b. Pandangan mengenai nilai
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.
c. Pandangan mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara kepercayaan dengan benda-benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.
d. Pandangan tentang pendidikan
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquina.
e. Pandangan mengenai belajar
Teori belajar menurut perenialisme adalah:
  • Mental disiplin sebagai teori dasar
  • Rasionalitas dan asas kemerdekaan
  • Belajar untuk berfikir
  • Belajar sebagai persiapan hidup
FILSAFAT PROGRESIVISME
Progresivisme menekankan pada perubahan dan sesuatu yang baru. Progresivisme berpendapat bahwa tidak ada teori realita yang umum dan ini bertentangan dengan perenialisme. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah sampai pada yang paling extrim serta pluralistis. Menurutnya nilai berkembang terus karena adanya pengalaman -pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan.

TEORI KONTRUKTIVISME
Didefenisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentuk(kontruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari relitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk penmgetahuan tersebut.

BERMAKNA dan MENGHAFAL
Menurut Ausebel, ada dua macam proses belajar, yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam stuktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belu ada hubunnnngannya dalam stuktur pennnngertian lamanya.

Rabu, 30 April 2008

PENDIDIKAN MENURUT WILLIAM JAMES

James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan semua insting asli yang dikenal anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan sebagai bagian dari diri untuk menjadikan diri yang lebih baik.

Sumbangan James yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan James, mengatakan:

“Hal yang paling utama disemua tingkat pendidikan adalah untuk membuat ketakutan kita menjadi sekutu, bukan menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan kita dan memenuhi kebutuhan kita dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat mungkin, semampu kita menjaga diri dari jalan yang membawa kerugian diri kita, seperti menjaga diri kita dari penyakit. Semakin banyak hal itu kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dengan terbiasa, semakin banyak kemampuan kita yang dapat digunakan untuk hal penting lainnya.”

Minggu, 27 April 2008

Contoh Angket Sederhana

Lima karakter guru terbaik menurut saya
  • Memotivasi : sering memotivasi anak didik agar tambah semangat belajar
  • Humoris : kalau mengajar diselingi cerita atau hal menarik agar anak didik/murid tidak mengantuk
  • Inovatif : tidak monoton selalu mengikuti perkembangan jaman dan cara mengajarnya tidak begitu-begitu saja.
  • Sabar : sabar dalam menghadapi murid yang agak susah menerima pelajaran
  • Perhatian : selalu memperhatikan muridnya. Apabila murid punya masalah, guru harus mencoba untuk membantu menyelesaikan masalahnya.

Lima karakter guru yang tidak baik menurut saya

  • Pilih kasih : yang diperhatikan yang itu-itu saja atau hanya memperhatikan murid yng berprestasi atau yang cakep saja.
  • Terlalu disiplin : belum waktunya masuk sudah masuk duluan atau belum waktunya mengumpulkan tugas suruh dikumpulkan.
  • Egois : ingin selalu menang sendiri dan tidak mau dikoreksi kalau salah.
  • Galak :menggunakan kekerasan apabila murid punya kesalahan atau kalau dikelas kerjaannya marah terus.
  • Terlalu pendiam : murid akan merasa jenuh apabila gurunya terlalu pendiam dan mapabila menerangkan seperti hanya menerangkan untuk dirinya sendiri.

Kamis, 10 April 2008

Teori john Dewey

Di Balik Pemikran Pendidikan John Dewey ( Bagian 1 )

Dalam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.
Brumbaugh, R.S. and Lawrence, N.M. (1993). Philosopher on Education: Dewey, theEducational Experience. Houghtob Mifflin Company. Boston.
(Oleh : Co-Mimbar Demokrasi )

Indonesian Forum for Democracy, Solidarity And Justice.
Tree of Structural Oppression

Sabtu, 29 Maret 2008

Kreatifitas Remaja

Aku akasn sedikit bercerita tentang pengalamanku bersama teman-teman ketika aku menjabat sebagai sekretaris OSPM (Organisasi Santri Pondok Modern). Lomba pidato tiga bahasa adalah salah satu kegiatan tahunan di pesantren kami, waktu itu aku menjadi seksi perlengkapan di kepanitiaan, dua hari menjelang hari H, teman-teman dari seksi humas dan bendahara belum mendapatkan dana yang cukup untuk menyewa panggung, kami bingung karena acara dua hari lagi akan digelar dan itu merupakan acara besar, kami semua bingung,,,, mau minta pinjaman ke bendahara OSPM, ga dikasih pinjam,,, waktu itu kami hanya mengandalkan uang dari proposal dan ga ada satu proposalpun yang mendapatkan hasil. Ketika kami sedang pada pusing memikirkan panggung dan tetek bengeknya tiba-tiba ada salah satu teman kami ada yang mengusulkan untuk memakai tong sampah sebagai ganti panggung, aku heran masa tong sampah bisa dijadikan panggung,,,,,? tapi ternyata bukan hanya aku saja yang bingung, temanku yang lain pun heran, tapi kemudian dia menjelaskan,,, "gini lho temen-temen,,, dipondok ini kan banyak tong sampah yang ukurannya besar-besar kenapa ga kita manfaatkan? kita hanya perlu menyusun tong sampah tersebut menjadi segi empat, setelah itu kita tutup dengan terpal terus kita hias seperti menghias panggung pada umumnya, beres kan??"katanya. Wah bener juga apa yang dia bilang. Akhirnya kami menemukan jalan keluarnya dan ternyata hasilnya sangat memuaskan,,, bahkan guru kamipun banyak yang memujinya.

Minggu, 16 Maret 2008

Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius.n dr/mqp
( )


Psikologi Pendidikan

Namaku Fajar Fitri Rahayu, aku akan sedikit bercerita tentang masa remajaku.
Dari SMP-SMA aku tinggal di pondok pesantren modern Assa'adah yang teman-temanku sering bilang "penjara suci" letaknya disebuah kota kecil yang jauh dari keramaian kota. Konflik yang sering aku hadapi ya,,, dengan teman, pengurus dan pengasuhan karena memang aku hanya dua kali dalam seminggu bertemu dengan keluargaku.
Aku sering merasa bosan karena hidup disebuah pesantren, terkekang dengan segala macam peraturan yang membutku merasa hidup dalam penjara. Makan berdiri g boleh, padahal menurutku itu adalah hal sepele, maen keluar lingkungan pesantren g boleh apalagi pacaran. Hidupku hanya sebatas sekolah, ke masjid, kamar, dan kantin. Kadang aku merasa iri dengan teman-temanku yang sekolah diluar sana, bebas melakukan apa saja yang mereka suka. Mau nonton tinggak ke bioskop lha aku TV saja hanya satu itupun hanya boleh lihat berita,bosan di rumah tinggal keluar jalan ke Mall hu,,,,, sepertinya mereka bagai burung yang bebas terbang kemanapun mereka suka.
Banyak sekali masalah yang aku hadapi di pondok apalagi pada waktu kelas 3SMA, karena aku merasa sudah besar, sudah ga pantes untuk diatur maka aku dan teman-temanku lalai menjalankan peraturan. Ke Masjid sering terlambat, bikin ribut di asrama dan lain sebagainya sehingga pengasuhan gerah melihat tingkah-polah kami. Sebenarnya yang aku dan teman-temanku lakukan bukan atas dasar keinginan kami semata, aku senang tinggal di pesantren dan aku juga bangga karena dari kecil aku sudah dididik mandiri oleh orang tuaku tapi aku dan teman-teman merasa tertekan dengan segala peraturan yang ada apalagi saat itu kami sedang menghadapi berbagai macam ujian. Kadang aku merasa lelah dengan segala konflik yang aku hadapi, tapi sekarang aku sadar semua itu adalah proses pendewasan, sekarang aku lebih hati-hati dalam bertindak dan berkata agar tidak menyinggung perasaan orang lain yang mungkin dulu pernah aku lakukan pada teman atau guruku apalagi ketika aku sadar orang tuaku mengirimku ke pesantren ini bukan untuk mencari masalah melainkan untuk menuntut ilmu agar aku kelak bisa mengangkat harkat dan martabat kelurga.
Sekarang, aku sering merasa rindu dengan suasana pondok, karena bagaimanapun pondok yang telah membesarkanku dan membuatku lebih dewasa dalam menghadapi segala macam konflik.
Terima kasih ya Rob,,,
KarenaMu aku ada di muka bumi ini untuk bisa melihat indahnya dunia
Terima kasih mamah dan papah,,,,
Karena tanpa kalian apalah artinya hidup ini
Terima kasih Pondokku,,,,
Karenamu aku lebih mengerti apa artinya hidup ini
Terima kasih teman,,,,,
Karena tanpamu aku tak bisa menghadapi masalah sendiri